Selasa, 31 Mei 2011

HUTANKU YANG MULAI BOTAK

Menurut data Dinas Pertanian DIY bahwa alih fungsi lahan pertanian di wilayah DIY ke pemukiman mencapai 0,42% atau sekitar 200 hektar lahan per tahunnya, dengan kontribusi terbesar selama 2 (dua) tahun terakhir banyak terjadi di daerah Bantul. Alih fungsi lahan ini terus meningkat pesat dari tahun ke tahun. Implementasi UU nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan sudah tidak terpikirkan dan terimplementasi lagi. Memang banyak yang mengakui, tingginya alih fungsi lahan di daerah sebagai bentuk belum ada sinkronisasi program kegiatan pembangunan pertanian di tingkat provinsi, kota dan kabupaten di Yogjakarta. Masing-masing daerah berjalan sendiri-sendiri dan ini tidak efektif. Terlebih, target kenaikan produksi pangan untuk tahun ini sebesar 1,49 persen.
Gunung kidul yang terletak di sebelah timur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang sebagian besar kawasannya memiliki karakteristik batuan kars pun menurut data dari Dinas Pertanian DIY merupakan daerah yang menjadi tumpuan produksi pangan yang mencapai luas 39 ribu hektar. Alih fungsi lahan ini semakin lama semakin tidak bisa dibendung, bahkan oleh pemerintah daerah sekalipun apabila tidak ada kesadaran masyarakat akan pentingnya lahan sebagai areal pertanian dan ruang terbuka hijau. Masyarakat sebagai  pemilik lahan tidak bisa dibatasi hak-haknya dan tidak bisa dilarang, jika ingin menjual lahan atau menggunakannya untuk kepentingan usaha di luar pertanian. Disisi lain, faktor ekonomi sangat perperan penuh dalam alih fungsi lahan di Yogyakarta, mengingat di provinsi ini pembangunan sarana dan prasarana sedang berkembang pesat, sementara kebutuhan hidup dan keinginan terus mengikuti kehidupan masyarakat. Sehingga, si pemilik lahan lebih mengutamakan nilai ekonomis yang bisa dihasilkan lahan, baik untuk keperluan pribadi, misalnya pemenuhan kebutuhan primer (rumah), untuk usaha, maupun untuk dijual ke pengembang daripada untuk pertanian/ perkebunan yang notabene perlu pengelolaan dan perlakuan yang lama untuk menghasilkan rupiah. Untuk itu, kedepan pemerintah Kabupaten Bantul perlu mensosialisasikan arti pentingnya lahan yang berfungsi sebagai pemenuhan pangan dan tentunya areal ruang terbuka hijau. Membatasi izin usaha dan izin properti sudah dilaksanakan sesuai peraturan di Kabupaten Bantul, yang terlihat tidak adanya Mall dan Hypermarket yang berdiri di Kabupaten Bantul yang dikhawatirkan menyebabkan terjadinya  alih fungsi lahan di areal sekitarnya. Selain itu, larangan berdirinya Mall sangat melindungi pasar tradisional di Kabupaten Bantul. Dengan adanya wacana diatas, penulis berharap bahwa pembangunan kedepan harus lebih memihak kepada petani, baik dari segi kesejahteraan maupun dari kemudahan petani untuk mengembangkan keterampilan mereka dalam pertanian, sehingga diharapkan bahwa petani di Yogyakarta dan di Kabupaten Bantul khususnya, memiliki mental yang profesional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar